Contohnyatradisi Mitoni, tradisi ini dilakukan demi mendoakan keselamatan ibu hamil melewati tujuh bulanan anak pertamanya. Masyarakat Jawa percaya bayi berusia tujuh bulan di dalam kandungan memiliki jiwa yang keamanannya harus dirayakan. Apalagi anak pertama dipercaya dapat membawa keberuntungan bagi keluarga dan saudara-saudara yang lain.

ArticlePDF AvailableAbstractThis article discusses the Javanese tradition in the form of mitoni, the writing of this article aims to analyze the mitoni tradition carried out by people in Java, starting from the preparation before carrying out the mitoni tradition ceremony to the stage of implementing the mitoni tradition. The method used in writing this article is a literature study which is used as a source of data taken from journals and digital books, besides that the data collection technique also uses interview techniques conducted to actors who have carried out the mitoni tradition. The result of writing an article is in the form of a tradition which means that it is a habit that is carried out from the ancestors and then passed on from generation to generation from one generation to the next. In this article, we discuss the mitoni tradition. Mitoni is a tradition carried out by the Javanese people when a mother is pregnant with her first child at the age of seven months. This mitoni tradition usually includes the preparation of tools and materials before carrying out the mitoni tradition ritual, then doing the mitoni tradition starting from the bathing stage, splitting coconut ivory, changing seven kinds of cloth, selling dawet ice and rujak. Then when bathing, the dipper used is made of coconut shell. Furthermore, this article also discusses the meaning of the mitoni tradition which is also called tingkeban. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 170 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya Email Abstract This article discusses the Javanese tradition in the form of mitoni, the writing of this article aims to analyze the mitoni tradition carried out by people in Java, starting from the preparation before carrying out the mitoni tradition ceremony to the stage of implementing the mitoni tradition. The method used in writing this article is a literature study which is used as a source of data taken from journals and digital books, besides that the data collection technique also uses interview techniques conducted to actors who have carried out the mitoni tradition. The result of writing an article is in the form of a tradition which means that it is a habit that is carried out from the ancestors and then passed on from generation to generation from one generation to the next. In this article, we discuss the mitoni tradition. Mitoni is a tradition carried out by the Javanese people when a mother is pregnant with her first child at the age of seven months. This mitoni tradition usually includes the preparation of tools and materials before carrying out the mitoni tradition ritual, then doing the mitoni tradition starting from the bathing stage, splitting coconut ivory, changing seven kinds of cloth, selling dawet ice and rujak. Then when bathing, the dipper used is made of coconut shell. Furthermore, this article also discusses the meaning of the mitoni tradition which is also called tingkeban. Keywords Mitoni, Cultural Traditions, Javanese Community Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki beribu-ribu pulau dengan beragam kebudayaan, suku bangsa, dan tradisi di setiap daerahnya disertai dengan keunikan yang dimiliki di masing-masing daerah. Salah satu tradisi yang dimiliki ialah tradisi mitoni yang dimiliki masyarakat Jawa1. Masyarakat yang ada di Jawa memiliki beragam kebudayaan yang di dalamnya masih terkandung nilai-nilai kearifan lokal, salah satunya adalah tradisi yang dilakukan saat kehamilan hingga ke tahap melahirkan, misalnya 1 Marliyana, Iskandarsyah, dan Wakidi, “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa di Desa Marga Kaya Kabupaten Lampung Selatan,” PESAGI 4, no. 1 2016. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 171 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 selamatan untuk bayi yang baru lahir selamatan brokohan, selamatan untuk bayi yang berusia 5 hari sepasaran, selamatan untuk bayi yang usinya 35 hari selapanan, selamatan untuk bayi yang berusia 3 bulan 15 hari telunglapan, tradisi 7 bulan kehamilan mitoni, dan tradisi saat bayi berusia 1 tahun ngetahuni2. Pelaksanaan selamatan kehamilan dalam bentuk sebuah tradisi merupakan bentuk rasa syukur serta memohon doa supaya calon bayi bisa mengalami pertumbuhan dengan sehat serta ketika hendak dilahirkan tidak menghadapi rintangan dan lahir dengan selamat. Selamatan yang dilakukan saat sang ibu mengandung seorang anak dapat berupa mapati, mitoni, dan maluhi3. Tradisi adalah semua yang meliputi kepercayaan, ajaran, kebiasaan, serta adat yang diwarisi dari nenek moyang ke generasi penerus secara turun temurun. Mitoni merupakan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Jawa untuk memperingati tujuh bulan usia kandungan individu, mitoni sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu kata pitu yang memiliki arti tujuh. Oleh karena itu tradisi ini dilaksanakan pada kehamilan tujuh bulan. Upacara mitoni hanya dilaksanakan pada kehamilan anak pertama, sehingga pada kehamilan anak kedua, ketiga, dan seterusnya tradisi mitoni ini tidak dilakukan4. Tradisi juga dapat diartikan sebagai adat kebiasaan ataupun suatu proses kegiatan yang menjadi hak milik bersama di dalam suatu kelompok masyarakat, tradisi juga dilakukan secara terus-menerus dalam suatu masyarakat, dan dapat menjadi identitas suatu masyarakat. Selain itu ada juga yang namanya tradisi lisan, artinnya sebuah tradisi yang disampaikan secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang disampaikan melalui lisan5. Adapun di daerah-daerah lain, tradisi mitoni sering kali disebut dengan tingkeban yang dalam pelaksanaannya sudah disesuaikan dengan 2 Yohanes Boanergis, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono, “Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa,” Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 49–62. 3 M. Yusuf Amin Nugroho et al., Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo Bimalukar Kreativa, 2020. 4 Wiranoto, Cok Bakal Sesaji Surabaya CV Jakad Publishing, 2018. 5 R. Sibarani, “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan,” Jurnal Ilmu Budaya 1, no. 1 2015 1–17. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 172 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 adat, mulai dari hari pelaksanaanya yang ditentukan di hari Selasa atau hari Sabtu dan dilakukan di tanggal yang ganjil berdasarkan kalender Jawa, seperti tanggal 7 dan tanggal 15 di waktu siang hari pada pukul 11 Tradisi Mitoni yang dilakukan saat usia kehamilan 7 bulan, yang hanya dilakukan untuk anak pertama memiliki tujuan dalam pelaksanaanya berupa memberikan keselamatan bagi bayi saat berada dalam kandungan, saat sudah dilahirkan, dan hingga dewasa. Sehingga upacara mitoni dapat memberikan simbol bahwa anak akan selalu diberikan keberkahan oleh Yang Maha Esa. Tradisi mitoni bagi masyarakat Jawa sangat penting dilakukan, adapun dalam pelaksanaanya ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum upacara mitoni dilakukan, di antaranya yaitu mulai dari persiapan alat dan bahan, hidangan makanan, persiapan kain yang akan digunakan misalnya beragam kain yang di batik dengan motif yang berbeda7. Selain itu, tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta permohonan agar diberi keselamatan bagi calon ibu dan calon anaknya. Di dalam rangkaian pelaksanaan tradisi mitoni juga mengundang keluarga, kerabat, dan tetangga untuk turut serta dan menyaksikan pelaksanaan tradisi mitoni yang dilakukan saat calon ibu mengandung anak pertama di usia kandungan yaitu tujuh bulan8. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan yaitu metode deskriptif. Menurut pendapat Travers 1978 metode deskriptif digunakan dengan tujuan memberikan gambaran mengenai sifat sesuatu yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan memberikan pemeriksaan mengani sebab-sebab dari gejala tertentu9. Adapun dalam penggalian data yang didapatkan yaitu melalui teknik wawancara terhadap pelaku yang pernah menjalankan tradisi mitoni, dan menggunakan sumber lainnya seperti buku dan jurnal. 6 Puji Rahayu dan Dkk, Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Semarang Forum Muda Cendikia, 2019. 7 F. Setyaningsih, “Bentuk dan Makna Upacara Manusian Yadnya Mitoni dengan Tradisi Jawa,” Jurnal Agama Hindu 25, no. 2 2020 276–89. 8 Baidawi, Sejarah islam di Jawa Yogyakarta Araska, 2020. 9 H. Umar, Riset SDM dalam Organisasi Husein Umar Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 173 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Wawancara adalah sebuah pembicaraan yang mengarah kepada sebuah permasalahan tertentu meliputi tanya jawab secara lisan yang melibatkan 2 orang atau lebih serta bertatap muka, dan mendengarkan keterangan dari narasumber secara langsung saat melakukan wawancara10. Adapun menurut Dexter 1985 wawancara merupakan pembicaraan yang memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai seseorang, sebuah kejadian, sebuah kegiatan, sebuah perasaan dan motivasi serta informasi mengenai kepedulian11. Hasil dan Pembahasan Tradisi Mitoni adalah keadaan seorang wanita yang mengalami kehamilan di usia 7 bulan, sehingga dilakukan sebuah upacara atau ritual yaitu dengan melaksanakan tradisi mitoni yang meliputi tahap pemandian oleh 7 orang, setelah dimandikan kemudian dilakukan pergantian kain sebanyak 7 kain, tahap selanjutnya yaitu menjatuhkan kelapa gading dan di belah menjadi 2, kemudian dilakukan pemecahan telur, lalu menjual es dawet dan rujak yang akan di beli oleh keluarga, saudara, kerabat, dan teman temannya Wawancara Sarinah, 2021. Mitoni adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di tanah Jawa, kemudian tradisi ini dilakukan untuk memperingati usia kehamilan sang ibu yaitu berada pada usia tujuh bulan Wawancara Sabariyah, 2021. Mitoni adalah keadaan suami dan istri yang baru menikah, kemudian sang istri mengandung anak pertama di usia kandungan ke-7 bulan dilakukan sebuah ritual tradisi mitoni, akan tetapi jika usia kehamilan sudah lewat dalam usia 7 bulan maka tidak bisa dilakukan tradisi mitoni Wawancara Kosim M, 2021. Mitoni adalah sebuah tradisi yang dilakukan berupa ritual saat seorang wanita mengandung dengan usia kandungan 7 bulan. Prosesi pelaksanaan mitoni dapat meliputi pemandian ibu hamil dengan air yang sudah dicampur dengan bunga setaman dan dalam pemandian di selipkan doa-doa agar bisa mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Tuhan, supaya sang anak di dalam kandungan dapat lahir secara sehat, selamat, tidak 10 Wiranoto, Makna Simbolik Cok Bakal dalam Upacara Adat Masyarakat Jawa Serta Implikasi Sosial Umat Hindu di Kabupaten Banyuwangi Surabaya CV Jakad Publishing, 2019. 11 M. Nazir, Metode Penelitian Jakarta Ghalia Indonesia, 1998. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 174 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 memiliki kekurangan dalam anggota tubuh, dan mendapatkan rasa kebahagiaan dikehidupannya kelak12. Berdasarkan sejarahnya tradisi mitoni sudah ada sejak zaman pemerintahan seorang bernama Prabu Jayabaya, yang mengisahkan adanya seorang pasangan suami istri yang memiliki nama Niken Satingkeb dan Sadiyo punggawa di kerajaan Kediri. Niken melahirkan 9 anak dari rahimnya akan tetapi tidak ada satu pun dari anaknya tersebut yang hidup, sehongga mereka pergi ke seorang raja bernama Jayabaya menceritakan cerita hidupnya dan meminta agar bisa memiliki anak kembali serta tidak mengalami kejadian yang terjadi dimasa lalunya. Sang Raja Jayabaya akhirnya memberikan sebuah petunjuk untuk Niken Satingkeb supaya melakukan 3 ritual yaitu mandi setiap hari rabu, mandi setiap hari sabtu, mandi suci di sore hari sekitar jam Selain itu alat mandi yang digunakan yaitu berupa gayung tempurung kelapa dan dalam proses pemandian diselipkan doa-doa13. Pelaksanaan tradisi mitoni pada masyarakat Jawa biasanya dilakukan saat kehamilan berusia 7 bulan memiliki rangkaian acara dalam perspektif agama islam meliputi pembacaan ayat suci Al-Qur’an terutama surah Yusuf dan surah Maryam, melakukan khataman Al-Qur’an, melakukan tahlilan, berdoa dan berzikir bersama-sama, serta menyantap makanan yang telah dihidangkan bersama-sama. Tradisi mitoni menggambarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan pendidikan sejak berada di kandungan sang ibu dengan melakukan tradisi ini mulai dari proses pemandian dengan air yang dicampurkan dengan bunga setaman dan dibacakan doa-doa saat prosesi pemandian, yang bertujuan untuk meminta permohonan kepada Allah SWT. supaya anak mendapatkan keberkahan dan rahmat serta dapat lahir secara sehat walafiat dan selamat14. Adapun mitoni juga sering kali disebut tingkeban yang memiliki sebuah arti yaitu selamatan pada saat kehamilan berusia tujuh bulan, kata tingkeb memiliki arti yaitu telah genap atau sudah saatnnya atau juga bisa diartikan bahwa jika bayi lahir di usia tujuh bulan dalam kandungan, hal ini telah di pandang wajar15. 12 Muhammad Mustaqim, “Pergeseran Tradisi Mitoni Persinggungan Antara Budaya dan Agama,” Jurnal Penelitian 11, no. 1 2017 119–40. 13 Mustaqim. 14 Subaidi, Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Jepara Uninus Press, 2019. 15 Sholikhim, Ritual dan Tradisi Islam Jawa Yogyakarta Narasi, 2010. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 175 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan tradisi mitoni Wawancara Sarinah, 2021 antara lain 1. Kelapa Gading 2. Tujuh kain 3. Tujug gayung air sumur 4. Bunga setaman 7 warna 5. Telur Selain itu ada pula persiapan menurut Wawancara Kosim M, 2021 sebelum melakukan tradisi mitoni yaitu 1. Harus mempersiapkan dua buah kelapa Gading yang di gambar dengan sepasang wayang laki laki yaitu arjuna dan wayang perempuan yaitu Sumbadra. 2. Mengambil air dari tujuh sumur, banyaknya air dari satu sumur yaitu sebanyak satu gayung disetiap sumur. 3. Bunga tujuh warna. Bunga ini dicampurkan dengan air yang sudah diambil dari tujuh sumur. Menurut ibu Sabariyah Wawancara, 2021, persiapan tradisi mitoni dapat meliputi 1. Menyiapkan air dari tujuh sumur 2. Bunga tujuh warna 3. Kelapa gading yang kecil 4. Telur 5. Tujuh kain 6. Es Dawet dan Rujak Selain persiapan alat, bahan dan perlengkapan, di dalam pelaksanaan tradisi mitoni juga diperlukan penetapan waktu pelaksanaan yang ditentukan oleh calon ayah dan calon ibu. Waktu pelaksanaan tradisi mitoni yang ditetapkan harus sesuai dengan hari baik dalam hitungan kalender Jawa, misalnya hari senin kliwon, hari kamis kliwon, ahad pon16. Adapun untuk tanggal pelaksanaan tradisi mitoni ditetapkan di tanggal yang ganjil serta tidak melewati bulan purnama, misalnya pada tanggal ganjil meliputi tiga, lima, tujuh, sembian, sebelas, tiga belas, dan tanggal lima belas. Tradisi mitoni ini termasuk ke dalam salah satu kepercayaan masyarakat Jawa yang beranggapan bahwa seorang bayi yang 16 E. Setiawan, “Nilai Religius Tradisi Mitoni dalam Perspektif Budaya Bangsa Secara Islami,” Jurnal Al-Adalah 18, no. 1 2015 39–52. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 176 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 ada di dalam kandungan yang berusia tujuh bulan mulai mendapatkan kehidupan, oleh sebab itu diadakannya tradisi mitoni atau tingkeban untuk selamatan atas kehamilan sang ibu yang mengandung anak pertama17. Perlengkapan bunga sebanyak 7 warna yang penggunaannya yaitu dicampurkan dengan air yang berasal dari 7 sumur berguna untuk sang calon ibu yang akan dimandikan, tujuannya agar calon ibu menjadi wangi dan bersih. Selain itu 7 kain yaitu kain jarit yang digunakan juga memiliki fungsi atau kegunaan sebagai baju ganti calon ibu saat melakukan proses mitoni. Hal ini menyimbolkan jarit sebagai tali pusar bayi sehingga, kelak saat dilahirkan bayi dapat keluar dengan lancar, dan tidak terjadi lilitan tali pusar pada bayi. Kemudian pemecahan telur yang di dapatkan dari ayam kampung dipecahkan, menyimbolkan jika sang calon ibu mengalami pecah ketuban, maka diharapkan saat itu juga bayi bisa lahir dengan selamat18. Selanjutnya setelah dilakukan persiapan ditahap selanjutnya terdapat tahap pelaksanaan tradisi mitoni yang meliputi 1. Siraman, pada tahap siraman ibu hamil diamndikan dengan air dan bunga setaman meliputi bunga mawar, kantil, melati, kenanga. Siraman dilakukan oleh para orang yang lebih tua atau yang sudah biasa melakukan pemandian pada tradisi mitoni. Siraman yang pada ibu hamil yang sedang melaksanakan tradisi mitoni, dilakukan 7 kali siraman dengan tujuan supaya kelak ketika bayi lahir dalam keadaan yang suci dan bersih19. Di dalam tahap siraman ini dilakukan oleh 7 orang yaitu nenek, kakek, orang tua, dan mertua yang akan memandikan sang ibu hamil yang menjalankan tradisi mitoni Wawancara Sarinah, 2021. 2. Telur ayam kampung yang telah disiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam kain yang di pakai oleh sang ibu hamil yang menjalankan tradisi mitoni, yang dilakukan oleh suaminya. Tahapan ini 17 W. Abdullah, “Kearifan Lokal Jawa dalam Tradisi Mitoni di Kota Surakarta,” Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3, no. 1 2021 19–26. 18 I. Baihaqi, “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah sebagai Sebuah Sastra Lisan,” Jurnal Arkhais 8, no. 2 2017. 19 I. Ulya, “Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati. Jawa Tengah,” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 2018 116–30. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 177 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 melambangkan bahwa kelak saat proses bayi dilahirkan tanpa adanya rintangan dan berjalan secara lancar20. 3. Selanjutnya memasukkan kelapa gading 2 buah ke dalam kain yang di gunakan oleh sang ibu hamil yang sedang melaksanakan tradisi mitoni. Kelapa gading dimasukkan oleh sang suami sejumlah 2 buah, sudah digambar wayang Arjuna dan wayang Sumbadra. Karakter wayang yang digambarkan melambangkan agar kelak anak-anak dilahirkan memiliki karakter seperti Arjuna dan Sumbadra21. dua buah kelapa Gading yang di gambar dengan sepasang wayang laki laki yaitu arjuna dan wayang perempuan yaitu Sumbadra. Penggambaran wayang ini memiliki makna bahwa jika anaknya laki-laki kelak akan seperti Arjuna dan jika perempuan akan seperti Sumbadra yang memiliki pikiran yang luas, tidak mudah menaruh rasa cemburu, tidak mudah menerima sebuah isu yang belum diketahui kebenarannya Wawancara Kosim M, 2021. 4. Mengganti pakaian ibu dengan 7 kain jarit, dengan motif yang berbeda selanjutnya yang menyaksikan tradisi mitoni dimintah memilihkan kain mana yang cocok dipakaikan kepada calon ibu22. Setelah memecahkan telur dan membelah kelapa gading, calon ibu dari bayi di minta untuk mengganti pakaian menggunakan kain jarik yang sudah disiapkan sebanyak 7 kain Wawancara Sabariyah, 2021. 5. Penjualan rujak dan dawet, para pembeli hanya boleh membayar menggunakan uang logam yang terbuat dari genteng yang di pecahkan, kemudian dibentuk menjadi bulat seperti uang logam. Setelah selesai berjualan, uang logam di masukkan ke kuali tanah liat lalu dipecahkan kembali tepat di bagian depan pintu. Hal ini bertujuan agar calon bayi kelak murah rezekinya, serta mampu dalam memenuhi kebutuhannya dan keluarganya23. 6. Menggelar jamuan dan kenduri dengan tujuan sebagai rasa bersyukur atas karunia serta rahmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha 20 I. Adriana, “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban,” Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 239–47. 21 Retno Intani dan Novita Damayanti, “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang,” Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539–52. 22 Adriana, “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban.” 23 Intani dan Damayanti, “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang.” Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 178 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Esa. Makanan yang disediakan dapat berupa tumpeng yang menyimbolkan kelak calon bayi terlahir sehat dan kuat, serta adanya lauk pauk yang disediakan diantara tumpeng tersebut. Kemudian menyediakan beragam jajanan pasar yang dipercaya akan menimbulkan kekuatan, jika jajanan pasar disediakan secara lengkap sehingga melambangkan doa dan pengharapan akan dikabulkan24. Simpulan Tradisi mitoni merupakan sebuah tradisi Jawa yang dilakukan pada ibu hamil yang mengandung anak pertama dan dalam usia kehamilan yaitu tujuh bulan. Dalam tradisi mitoni ini dilakukan untuk memberikan keselamatan bagi bayi saat berada dalam kandungan, saat sudah dilahirkan, dan hingga dewasa. Adapun dari segi historisnya tradisi mitoni berasal dari seorang wanita bernama Niken Satingkeb yang kehilangan 9 anaknya yang kemudian berkonsultasi dan meminta saran dari Jayabaya yang memberikan saran berupa mandi setiap hari rabu, mandi setiap hari sabtu, mandi suci di sore hari sekitar jam Selain itu alat mandi yang digunakan yaitu berupa gayung tempurung kelapa dan dalam proses pemandian diselipkan doa-doa. Adapun persiapan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan tradisi mitoni ini antara lain dengan menyiapkan telur yang diperoleh dari ayam kampung, kelapa gading yang kemudian diberi gambaran karakter wayang Arjuna dan karakter wayang Sumbadra, lalu menyiapkan 7 kain jarik, bunga 7 warna, dan air yang diperoleh dari 7 sumur. Selanjutnya setelah proses persiapan selesai maka masuk ke dalam tahap pelaksanaan yang meliputi siraman dengan air yang sudah dicampur dengan bunga 7 warna, memecahkan telur, membelah kelapa gading, mengganti pakaian menggunakan kain jarik yang telah disiapkan, berjualan es dawet dan rujak kemudian yang terakhir adalah mengadakan jamuan dan kenduri serta menyediakan jajanan pasar untuk para tamu, keluarga, sanak saudara. 24 Intani dan Damayanti. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 179 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Daftar Sumber Buku Baidawi, Sejarah islam di Jawa. Yogyakarta Araska, 2020. Nugroho, M. Yusuf Amin, Agus Wuryanto, Farid Gaban, Erwin Abdillah, dan Fatkhul Wahid. Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo. Bimalukar Kreativa, 2020. Rahayu, Puji, dan Dkk. Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda Cendikia, 2019. Sholikhim. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta Narasi, 2010. Subaidi. Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam. Jepara Uninus Press, 2019. Umar, H. Riset SDM dalam Organisasi Husein Umar. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005. Wiranoto. Cok Bakal Sesaji. Surabaya CV Jakad Publishing, 2018. ———. Makna Simbolik Cok Bakal dalam Upacara Adat Masyarakat Jawa Serta Implikasi Sosial Umat Hindu di Kabupaten Banyuwangi. Surabaya CV Jakad Publishing, 2019. Journals Abdullah, W. “Kearifan Lokal Jawa dalam Tradisi Mitoni di Kota Surakarta.” Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3, no. 1 2021 19–26. Adriana, I. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban.” Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 239–47. Baihaqi, I. “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah sebagai Sebuah Sastra Lisan.” Jurnal Arkhais 8, no. 2 2017. Boanergis, Yohanes, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono. “Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa.” Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 49–62. Intani, Retno, dan Novita Damayanti. “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang.” Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539–52. Marliyana, Iskandarsyah, dan Wakidi. “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa di Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 180 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Desa Marga Kaya Kabupaten Lampung Selatan.” PESAGI 4, no. 1 2016. Mustaqim, Muhammad. “Pergeseran Tradisi Mitoni Persinggungan Antara Budaya dan Agama.” Jurnal Penelitian 11, no. 1 2017 119–40. Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia, 1998. Setiawan, E. “Nilai Religius Tradisi Mitoni dalam Perspektif Budaya Bangsa Secara Islami.” Jurnal Al-Adalah 18, no. 1 2015 39–52. Setyaningsih, F. “Bentuk dan Makna Upacara Manusian Yadnya Mitoni dengan Tradisi Jawa.” Jurnal Agama Hindu 25, no. 2 2020 276–89. Sibarani, R. “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan.” Jurnal Ilmu Budaya 1, no. 1 2015 1–17. Ulya, I. “Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati. Jawa Tengah.” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 2018 116–30. ... Selain itu, perlengkapan mandi yang di gunakan berupa batok kelapa dan pada saat prosesi mandi di selipkan doa-doa khusus. Adapun pelaksanaan tradisi tingkeban pada masa Hindu ini dimaksudkan sebagai bentuk permohonan kepada sang Dewa agar senantiasa diberikan keturuan yang berumur panjang, serta bentuk pengharapan atas kesehatan bagi ibu yang sedang mengandung dan janin yang sedang dikandungnya Nuraisyah & Hudaidah, 2021 Secara struktural, dalam pelaksanaan tradisi tingkeban telah di bumbui dengan nilainilai pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak. Misalnya dalam tradisi tingkeban terdapat nilainilai pendidikan budi pekerti atau akhlakul karimah sikap dan perbuatan terpuji. ...... Jenis kain diantaranaya Sidomukti melambangkan kebahagian dan kewibawaan, Sidoluhur melambangkan kemuliaan, Truntun teguh pendirian, Parang Kusuma Perjuangan hidup, Semen Rama memiliki cinta dan kasih saying, Udan Riris harapan agar nantinya sang bayi hidupnya selalu menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari, Cakar Ayam kemandirian Nuraisyah & Hudaidah, 2021. ... Miftahul JannahAhmad RivauziThis study aims to determine the values of Islamic education in the tingkeban tradition in the Javanese tribal community in Nagari Preparation Limau Puruik, Kinali District, West Pasaman Regency. This research uses a qualitative approach with ethnographic methods. Researchers collect primary data from observations, interviews and secondary data from literature review. The sample in this study used a non-probability sampling technique with purposive nature with six informants. In this study, the author uses the technique of triagulation of source data. Data analysis techniques using data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Data collection techniques using documentation, interviews, and observations. The results of this study are to determine the series of implementation of the tingkeban tradition and to find out that there has been a process of Islamization of the tingkeban tradition in Nagari Limau Puruik Preparation, the implementation of the tingkeban tradition has been flavored with Islamic values consisting of aqidah, worship and moral UlyaMitoni is a Javanese tradition that performs special rituals. This tradition highlights a philosophical meaning for Javanese women, particularly educational values for a baby in the womb. Concerning its development, these values have shifted from its original meaning promoted by both native Javanese women and Javanese santri students in Islamic boarding schools women. This present study aims to explore educational values for the baby during Mitoni. A descriptive study of continuity was employed in this research. The findings reveal three characteristics of Javanese women’s perspectives on this tradition based on their subjects, namely 1 formalistic-traditionalist Islamic view, 2 semi-formalistic-traditionalist Islamic view, and 3 pure Islamic view. Meanwhile, Mitoni, the Javanese tradition, proposes several educational values for the baby according to the Javanese santri women in Pati, Central Java. First, Mitoni provides the baby with the recognition basis of tauheed oneness of Allah. Second, it enhances parents or prospective parents’ spirit when they educate the baby during pregnancy. Third, this tradition emerges as their effort to give good nutrition for the baby, especially in the seventh month-period of pregnancy. Lastly, Mitoni also demonstrates meaningful understanding for current young generations to preserve this cultural Javanese tradition so as to exist in the futureFarida SetyaningsihDalam masyarakat manusia, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai tempat waktu dan keadaan maka cara-cara yang ditempuh dalam menunjukkan rasa bhakti pada Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya maka perlu memahami acara Agama Hindu. Demikian juga untuk menjaga keharmonisan alam semesta inilah maka umat Hindu supaya betul-betul melaksanakan Tri hita karana sesuai dengan ajaran dianugerahi pemikiran, perasaan,daya karsa dan usaha, oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitasnya sebagai manusia perlu kiranya meningkatkan pengetahuan tentang sradha bakti dan karmanya untuk mewujudkan tujuan beragama Hindu yaitu Moksartham Jagadita ya ca iti Dharma. Tidak lepas dari ajaran agama pelaksanaan upacara manusia yadnya upacara Mitoni dengan tradisi Jawa ini sudah sangat langka di masyarakat Jawa melaksanakan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul Bentuk dan Makna Upacara Manusia Yadnya Mitoni dengan tradisi Jawa. Tujuannya supaya generasi penerus mengetahui dan memahami upacara Mitoni dengan tradisi Jawa yang benar dan lengkap. Mengetahui dan memahami bentuk sesaji/banten yang dibuat dan dihaturkan, serta mengetahui dan memahami makna sesaji/banten yang dibuat, diahturkan dan prosesi yang dilaksanakannya. Sehingga semua proses dari awal, pertengahan hingga akhir dari upacara mitoni dengan tradisi jawa ini masyarakat memahami. Macam-macam peralatan yang harus dipersiapkan yaitu Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih. Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman,Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman,Batok tempurung sebagai gayung siraman ciduk,Boreh untuk mengosok badan pengganti sabun, Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir, Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman, Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman, Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik, Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro, Dua meter lawe atau janur kuning, Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi, Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan. Upacara mitoni tak terlepas dari beragam sesaji sebagai ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Bawah ini merupakan sesaji yang dihaturkan dalam upacara mitoni sebagai berikut Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot, Tumpeng Kuat, yang bermakna bayi yang akan dilahirkan nanti sehat dan kuat, Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias, Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar Kue, buah, makanan kecil, Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak, bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga, Dawet, supaya menyegarkan, Keleman, semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh BaihaqiPenelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik tradisi mitoni yang terdapat di Jawa Tengah sebagai salah satu jenis sastra lisan. Karakteristik dalam tradisi mitoni yang ada di Jawa Tengah tersebut dapat diuraikan dan dianalisis dengan teori sastra lisan Ruth Finnegan yang berkaitan dengan komponen dalam sebuah pertunjukan sastra lisan. Kajian ini diharapkan dapat membuat karakterisasi budaya dan mengangkat kembali tradisi mitoni yang selama ini mungkin semakin terasingkan oleh masyarakatnya sendiri sebagai salah satu dampak dari globalisasi dan modernisasi. Hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah komponen-komponen dalam tradisi mitoni berupa penutur, properti, partisipan, dan bacaan atau doa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif sintesis. Kata kunci karakteristik mitoni, tradisi mitoni di Jawa Tengah, komponen sastra lisan Robert SibaraniDalam makalah ini dibahas tentang bagaimana kajian antropolinguistik mampu membedah suatu tradisi lisan dan menghasilkan suatu analisis yang apik dari hubungan keduanya. Dalam pembahasan ada tiga pendekatan utama dalam kajian antropolinguistik yaitu performansi performance, indeksikalitas indexicalty, partisipasi participation,yang terbukti efektif dalam mengkaji hubungan struktur teks, koteks dan konteks budaya, ideologi, sosial, dan situasi suatu tradisi lisan yang dilatarbelakangi unsur-unsur budaya dan aspek kehidupan manusia yang berbeda-beda. Dengan mengacu pada teori Duranti 1977 14, disimpulan dalam akhir pembahasan bahwa meskipun pendekatan antropolinguistik terhadap kajian tradisi lisan terkesan’ tumpang-tindih dengan pendekatan linguistik budaya cultural linguistics dan etnolinguistik ethnolinguistics lihat Folley, 199716 , namun dengan jabaran penekanan tertentu pada kajian antropolinguistik, yaitu penekanan antropolinguistik dalam menggali makna, fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal suatu tradisi lisan, konsep ketiganya dapat dibedakan. Lebih dari pada itu, pendekatan antropolinguistik mampu merumuskan model revitalisasi dan pelestarian suatu tradisi lisan. Dalam hal inilah ciri pembeda kajian antropolinguistik dengan pendekatan yang lain terlihat kuat dan Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda CendikiaPuji RahayuDan DkkRahayu, Puji, dan Dkk. Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda Cendikia, AdrianaNeloniMitoniTingkebanAdriana, I. "Neloni, Mitoni, atau Tingkeban." Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 BoanergisJacob Daan EngelDavid SamiyonoBoanergis, Yohanes, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono. "Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa." Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan PadangRetno IntaniNovita DanDamayantiIntani, Retno, dan Novita Damayanti. "Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang." Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539-52.

Videoini dibuat untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar mengetahui tentang adat mitoni dan bagaimana cara melaksanakannya.
Tradisi ini dilakukan demi mendoakan keselamatan ibu hamil dan janin di dalam kandunganKeberagaman budaya di Indonesia membuat setiap daerah mempunyai tradisi masing-masing dalam merayakan kehadiran bayi di dalam satunya seperti tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa. Budaya Jawa memang menanamkan pada masyarakat prinsip golek slamething dhiri mengejar keselamatan dalam hidup dan keselamatan jiwa di akhirat, sehingga segala bentuk syukuran bertujuan untuk keselamatan diri, keluarga serta tradisi Mitoni, tradisi ini dilakukan demi mendoakan keselamatan ibu hamil melewati tujuh bulanan anak Jawa percaya bayi berusia tujuh bulan di dalam kandungan memiliki jiwa yang keamanannya harus dirayakan. Apalagi anak pertama dipercaya dapat membawa keberuntungan bagi keluarga dan saudara-saudara yang kata pepatah, begitu banyak tempat, begitu banyak adat, sehingga membuat Mitoni dipraktekkan berbeda-beda di setiap daerah yang di luar ruangan melambangkan kerendahan hati rakyat biasa dan ungkapan syukur mereka kepada Tuhan. Sedangkan, upacara di dalam ruangan hanya dikhususkan bagi keluarga kerajaan atau tau informasi selengkapnya mengenai tradisi tujuh bulanan adat Jawa ini? Dilansir dari laman Javaans, berikut telah merangkum ulasannya. 1. Ritual kenduriPexels/Artem BeliaikinDiawali dengan ritual kenduri, yakni ritual berkumpul bersama kerabat atau tetangga untuk makan dan berdoa sesuai dengan ritual duduk bersila di atas alu kayu yang biasa digunakan untuk menumbuk padi. Hal ini melambangkan penghapusan kejahatan dan bencana yang akan yang disajikan berupa makanan tradisional, bahkan memiliki makna masing-masing. Puding beras merah putih melambangkan kekuatan fisik, lalu dua buah kelapa bergambar tokoh pasangan terkenal yakni Arjuna dan pasangan ini mencerminkan harapan bagi orangtua akan penampilan serta sifat bayi yang akan lahir di masa mendatang. Jika laki-laki diharapkan dapat tampan dan sopan seperti Arjuna, lalu apabila perempuan maka akan cantik dan setia seperti Ritual sungkemanFreepik/wayhomestudioPada ritual ini, calon Mama harus menyapa orangtua dengan penuh pengabdian dan kesopanan. Dirinya harus memberi sungkeman atau ngabekti di depan hormat dilakukan dengan cara telapak tangan rapat, ujung jari ke atas sementara kedua ibu jari menyentuh hidung. Orangtua duduk di kursi seperti raja dan calon Mama akan maju ke depan dengan berlutut untuk mencium lutut kanan kedua orangtuanya. Hidungnya sedikit menyentuh lutut kanan kedua orangtuanya, lalu kedua telapak tangan berada di atas melakukan ini, ibu hamil akan mengucapkan “Saya memberikan restu saya. Saya meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat dan saya meminta restunya,”Editors' Picks3. Ritual siramanPixabay/zerin117Ritual siraman dapat dilakukan baik di kamar mandi atau halaman belakang rumah. Siraman berasal dari kata siram yang berarti mandi. Ritual mandi suci ini dilakukan untuk menyucikan ibu hamil serta bayi di dalam diisi dengan air dan bunga siraman seperti mawar, melati, magnolia serta kenanga. Air yang digunakan, yakni air suci dari tujuh mata Mama tidak diperkenankan menggunakan perhiasan dan hanya mengenakan kain longgar saja. Dirinya diantar oleh beberapa perempuan ke tempat itu, duduk di kursi beralaskan tikar yang bertabur beragam jenis daun seperti opok-opok, alang-alang, oro-oro, dadap srep, dan awar-awar yang menggambarkan keselamatan, serta daun kluwih yang melambangkan kehidupan yang lebih terdapat tujuh orang yang memandikan, tujuh orang dalam bahasa Jawa artinya pitu. Dengan begitu, mereka bisa memberikan pitulungan yang artinya Ritual proses ini, dua buah kelapa muda yang dipahat dengan ukiran gambar Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih telah disiapkan. Tanpa melihat kelapa, sang calon Papa akan memilih kelapa dan memotongnya dengan kelapa terbelah menjadi dua, para tamu akan mengatakan ini anak perempuan, namun bila dari kelapa muncul pancuran seperti santan, maka para tamu akan berkomentar ini anak Ritual angremPexels/motomoto scDalam bahasa Jawa, angrem berarti penetasan telur. Calon orangtua duduk di atas tumpukan kain batik seolah-olah duduk di atas telur, ini melambangkan kelahiran bayi yang selamat pada waktu yang duduk, mereka bersama-sama memakan hidangan yang telah dihidangkan di atas piring batu besar atau yang biasa kita sebut sebagai ini menggambarkan plasenta bayi lho, Ma. 6. Orangtua menjual rujak dan dawetFreepik/ akhir ritual, kedua orangtua calon bayi menjual rujak dan dawet yang akan dibeli oleh para tamu. Rujak melambangkan semangat hidup dan dawet menggambarkan kelahiran bayi yang lancar dan demikianlah rangkuman informasi seputar tradisi Mitoni yang dilakukan ibu hamil beradat Jawa untuk merayakan tujuh bulanan anak tradisi Mitoni memiliki bentuk yang beragam di berbagai daerah. Hanya saja esensinya tetap sama, yaitu mencari keselamatan material dan spiritual bagi pasangan, calon anak serta jugaUnik dan Punya Makna, Begini 5 Tradisi Ibu Hamil di IndiaUnik, Begini Tradisi Pemberian Nama Bayi Berdasarkan Adat SundaKimmy Jayanti dan Suami Rayakan 7 Bulanan dengan Tradisi India Untukmenghitung weton Jawa, caranya cukup mudah. Tabel diatas adalah semacam kunci jawaban dimana tugas Anda hanya menjumlahkan saja weton kelahiran orang yang ingin dihitung. Misalnya anak Anda lahir pada Rabu Wage, untuk menghitung wetonnya jumlahkan nilai 7 dari hari dan nilai 4 dari pasaran. 7 + 4 = 11. Maka, neptu weton anak Anda adalah 11. Pada artikel ini kami akan menjelaskan Cara menghitung acara 7 bulanan kandungan Kalau kamu juga tertarik, pada artikel ini Nha Xinh akan menjelaskan tutorialnya untuk kamu. Di Indonesia, kehamilan selain memiliki banyak mitos, juga memiliki banyak tradisi dari adat budaya di wilayah masing-masing. Tradisi ini telah berlangsung sesuai adat dan budaya setempat puluhan bahkan ratusan tahun. Ada berbagai acara 7 bulanan di berbagai tempat yang berbeda di Indonesia. Ibu, Ini 4 Tips Cara Mengatasi Bayi Sering Kaget saat Tidur – Halodoc Bacaan Yasin Fadilah Lengkap Tulisan Arab dan Latin, Pahami Cara Menghitung Persentase Kehadiran Siswa 5 Resep Martabak Telur Rumahan dengan Kulit Lumpia & Pangsit Cara pasang Speaker corong dan Amplifier TOA yang benar agar Salah satu yang paling terkenal adalah mitoni, acara 7 bulanan dalam adat Jawa yang hingga kini masih banyak dilakukan oleh ibu hamil. Mitoni, dalam tradisi Jawa, adalah serangkaian upacara siklus hidup. Mitoni sendiri berasal dari kata am’ dan pitu’. Am’ menunjukkan kata kerja, sementara pitu’ berarti tujuh atau hitungan yang ke tujuh. Dapat disimpulkan, mitoni adalah upacara yang dilakukan pada hitungan ke 7 bulan kehamilan. Mitoni dilakukan dengan berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kehamilan diberikan kelancaran dan keselamatan hingga persalinan. Dikutip dari situs web Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kemdikbud, tradisi tujuh bulanan atau tingkeban atau disebut juga mitoni ini adalah upacara tradisional selamatan terhadap bayi yang masih berada dalam kandungan ibu hamil selama tujuh bulan. Hari yang disarankan Tentunya, mitoni memiliki hari-hari yang baik untuk dilaksanakan. Bahkan dari berbagai sumber menyatakan, bahwa mitoni tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu. Biasanya, waktu yang dipilih untuk upacara mitoni adalah Selasa Senin siang hingga malam, atau pada hari Sabtu Jumat siang sampai malam. Selain itu, mitoni juga dilakukan pada siang atau malam hari. Sementara itu, mitoni biasanya dilakukan secara sederhana di halaman rumah. Tapi pada zaman dahulu, mitoni dilakukan di pasren. Pasren adalah tempat di mana kaum petani memuja Dewi Sri, dewi padi. Tahap-tahap mitoni Upacara mitoni biasanya dipimpin oleh orang yang dituakan, atau orang yang paling tua di dalam keluarga. Berbagai tahap-tahap mitoni tersebut adalah. Sungkeman Sungkeman adalah tahap pertama dari serangkaian upacara mitoni. Sungkeman dilakukan oleh calon ibu kepada calon ayah. Setelah itu, calon ibu dan ayah melakukan sungkeman kepada kedua orang tuanya. Sungkeman dilakukan untuk memohon doa restu agar kehamilan lancar dan bayi yang dikandung sehat. Siraman Tahap ini mungkin familiar untuk Bunda. Siraman adalah tahap di mana calon bunda dimandikan. Siraman merupakan simbol pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Air siraman sendiri berasal dari 7 sumber. Pecah telur Nah setelah melakukan siraman, calon ayah melakukan tahapan selanjutnya, yaitu pecah telur. Telur yang digunakan adalah sebutir telur ayam kampung yang ditempelkan terlebih dahulu ke dahi dan perut calon ibu, lalu dipecahkan ke lantai. Prosesi ini bermaksud agar persalinan nantinya lancar. Memutus janur/lawe Dalam prosesi ini, janur atau lawe diikatkan ke perut calon ibu lalu calon ayah akan memutus janur atau lawe tersebut. Sama seperti pecah telur, memutus janur atau lawe bertujuan agar persalinan berjalan lancar. Brojolan Berbeda dari dua prosesi sebelumnya, brojolan adalah prosesi yang melibatkan kelapa gading muda yang diukir gambar Kamajaya dan Dewi Ratih. Prosesi brojolan dimaksudkan agar bayi dapat lahir tanpa kesulitan. Pecah kelapa Prosesi ini adalah lanjutan dari prosesi sebelumnya. Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dengan mata tertutup. Kelapa yang diambil lalu ditempatkan di area siraman, dan dipecahkan. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan jenis kelamin calon bayi. Ganti busana Setelah siraman dilakukan, calon ibu akan mengeringkan badan dan mengganti busana yang sebelumnya digunakan. Upacara ganti busana ini akan menggunakan 7 jenis kain yang melambangkan 7 bulan dan harapan bagi si bayi. Tujuh kain melambangkan Sidomukti Kebahagiaan Sidoluhur Kemuliaan Semen Rama Agar cinta kedua orang tua bertahan selamanya Udan Iris Agar kehadirannya menyenangkan untuk orang di sekitarnya Cakar Ayam Kemandirian Kain lurik bermotif lasem Kesederhanaan Pada saat pemakaian kain yang ke-6, para tamu undangan akan ditanggapi “kurang cocok…” dan yang ke-7 dengan cocok.” Jualan cendol dan/atau rujak Selanjutnya adalah prosesi dimana calon ayah dan calon bunda memeragakan berjualan cendol dan rujak. Di mana calon ayah memayungi calon bunda saat berjualan. Uniknya, uang yang dipakai adalah uang koin dari tanah liat atau kreweng. Potong tumpeng Serangkaian proses mitoni berakhir dengan potong tumpeng. Tumpeng berisi dari nasi dengan enam tumpeng kecil di sekelilingnya. Itulah berbagai rangkaian prosesi mitoni, acara 7 bulanan adat Jawa. Semoga bermanfaat. [GambasVideo Haibunda] som/som Desiana Prasetya adalah seorang kepala dapur berpengalaman selama 10 tahun di bidang kuliner dan memiliki pemahaman yang mendalam lều makanan khas daerah. Prasetya berbagi pengetahuan dan terhubung dengan para koki terkemuka di seluruh dunia melalui blog Prasetya juga memiliki minat dalam perjalanan, mencintai alam dan budaya manusia di berbagai daerah di Indonesia. Masuk

CaraMenghitung 7 Bulanan Adat Jawa. by admin; May 24, 2022; Selamat datang di IbuHamil.com, sebuah forum seputar kehamilan. Untuk bertanya atau diskusi dengan bumil lain, silakan bergabung dengan komunitas kami. f u j i e TS. cara ngitung 7 bulanan adat jawa?

Bagi masyarakat Jawa, menghitung masa kehamilan hingga tujuh bulan sangatlah penting karena terkait dengan adat dan budaya. Cara menghitung 7 bulanan adat Jawa bisa dilakukan dengan mengacu pada kalender Jawa yang diketahui memiliki sistem penanggalan unik. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, pada usia tujuh bulan janin sudah memiliki semacam jati diri dan kemungkinan besar akan selamat hingga kelahiran. Oleh karena itu, menjalankan tradisi 7 bulanan dalam kehamilan dianggap sebagai tindakan yang penting untuk memastikan keselamatan ibu dan janin. Mengenal Tradisi 7 Bulanan dalam Adat Jawa 1. Memilih Hari yang Tepat2. Menyiapkan Perlengkapan untuk Menghitung 7 Bulanan3. Menyiapkan Makanan dan Minuman4. Menentukan Tamu yang akan Diundang5. Bersih-bersih Rumah dan Tempat MenghitungPenutup Adat Jawa merupakan salah satu budaya yang kaya akan tradisinya. Salah satu tradisi yang masih dijalankan hingga kini yaitu tradisi 7 bulanan. Tradisi ini sering dikenal sebagai Mitoni, dan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Jawa. Mitoni berasal dari kata menstruasi atau Ngudi Reka yang berarti mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Kegiatan ini biasanya diadakan ketika seorang wanita hamil 7 bulan sebagai bagian dari persiapan persalinan. Tradisi 7 bulanan biasanya dianggap sebagai salah satu upacara turun temurun yang penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Upacara ini dilakukan oleh keluarga besarnya sebagai bentuk syukur dan doa agar ibu dan bayinya selalu sehat serta selamat hingga kelahirannya nanti. Dengan melaksanakan tradisi ini, diharapkan ibu dan bayinya akan diberikan kekuatan dan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Upacara 7 bulanan diawali dengan persiapan yang matang oleh keluarga. Mereka mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari tempat upacara, perlengkapan dan makanan. Ada beberapa makanan khusus yang wajib disajikan pada upacara ini, seperti nasi tumpeng, jajan pasar, dan barang lainnya. Tujuan dari menyajikan makanan ini adalah untuk memperingati kelahiran sang bayi dan sebagai bentuk syukur serta ucapan doa. Selain makanan, ada beberapa perlengkapan yang disiapkan, seperti kain batik, sirih, bunga, dan sesajen. Kain batik biasanya digunakan sebagai selendang ibu hamil dalam upacara ini. Sirih dan bunga digunakan sebagai hiasan dan sesajen sebagai persembahan kepada arwah para leluhur yang juga diundang pada upacara 7 bulanan. Ada beberapa rangkaian acara dalam upacara 7 bulanan yang harus diikuti. Pertama adalah ngalap berkah untuk meminta keberkahan dan keselamatan bagi ibu hamil dan janinnya. Setelah itu, dilakukan Sedekah Bumi, yaitu memberikan sedekah kepada kaum dhuafa di lingkungan sekitar. Kemudian, setelah penyebaran sedekah bumi dilakukan, akan ada acara Sungkeman, yaitu menghormati dan memberi hormat kepada arwah para leluhur. Biasanya diadakan di rumah pusaka keluarga sebagai bentuk penghormatan kepada arwah leluhur yang masih dihormati dalam budaya Jawa. Setelah sungkeman selesai, dilakukan acara Selametan sebagai tanda syukur dan doa. Biasanya makanan khas Jawa disajikan dalam Selametan, seperti tumpeng, jenang, cenil, dan sejenisnya. Ada beberapa aturan yang harus diikuti dalam mengonsumsi makanan yang disajikan, seperti makanan harus dikonsumsi dalam posisi duduk, dan makanan harus dihidangkan dengan cara yang berbeda-beda. Tradisi 7 bulanan sangat penting bagi masyarakat Jawa. Selain sebagai bentuk syukur, upacara ini juga sebagai upaya persiapan dan doa bagi ibu hamil dan bayinya. Semoga tradisi ini tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa agar warisan budayanya tetap hidup hingga generasi selanjutnya. Persiapan Sebelum Menghitung 7 Bulanan Menghitung 7 bulanan adalah tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Jawa. Tradisi ini biasanya dilakukan ketika seorang ibu hamil sudah memasuki usia 28 minggu atau kurang lebih 7 bulan. Pada saat itu, keluarga besar ibu hamil akan berkumpul untuk merayakan keberhasilan ibu hamil dalam menjaga kandungannya. Proses menghitung 7 bulanan dianggap penting bagi masyarakat Jawa karena diyakini akan membawa keberuntungan bagi ibu dan bayinya. Sebelum melakukan proses menghitung 7 bulanan, terdapat beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh keluarga besar dan ibu hamil sendiri sebagai berikut 1. Memilih Hari yang Tepat Menghitung 7 bulanan biasanya dilakukan pada hari yang dianggap baik menurut kalender Jawa. Keluarga besar ibu hamil akan mengunjungi seorang Dukun yang kemudian akan menentukan hari yang paling baik untuk melakukan proses menghitung 7 bulanan. 2. Menyiapkan Perlengkapan untuk Menghitung 7 Bulanan Keluarga besar ibu hamil juga perlu menyiapkan perlengkapan untuk menghitung 7 bulanan, termasuk alas yang akan digunakan ketika proses menghitung dilakukan. Alas tersebut biasanya terbuat dari tikar atau kain yang diberi hiasan khas Jawa seperti batik atau songket. Selain alas, keluarga juga perlu menyiapkan benda-benda yang akan dipakai saat proses menghitung, seperti telur, beras, air, bunga, dan lain-lain. Semua perlengkapan ini perlu dipersiapkan dengan teliti agar proses menghitung 7 bulanan berjalan dengan lancar. 3. Menyiapkan Makanan dan Minuman Selain menyiapkan perlengkapan untuk menghitung 7 bulanan, keluarga besar ibu hamil juga perlu menyiapkan makanan dan minuman. Biasanya, keluarga akan memasak berbagai macam makanan yang khas Jawa, seperti nasi tumpeng, ayam goreng, sayur lodeh, dan lain-lain. Selain makanan, keluarga juga harus menyiapkan minuman yang paling umum adalah air jamu. Air jamu ini biasanya terbuat dari bahan-bahan alami seperti daun sirsak, kunyit, temulawak, dan lain-lain. Air jamu ini dianggap baik untuk kesehatan ibu dan bayinya. 4. Menentukan Tamu yang akan Diundang Keluarga besar ibu hamil biasanya akan mengundang kerabat dan sahabat yang dekat untuk datang dan merayakan proses menghitung 7 bulanan. Sebelum hari H, keluarga besar perlu membuat daftar tamu yang akan diundang dan memberitahukan mereka tentang waktu, tempat, dan jam yang tepat untuk datang. Hal ini perlu dilakukan agar semua orang yang diundang dapat hadir saat acara berlangsung. 5. Bersih-bersih Rumah dan Tempat Menghitung Saat melakukan proses menghitung 7 bulanan, keluarga besar ibu hamil biasanya akan berkumpul di rumah. Oleh karena itu, sebelum melakukan proses menghitung, keluarga besar perlu membersihkan rumah dan tempat menghitung agar acara berlangsung dengan lancar dan nyaman. Selain itu, keluarga juga perlu menata ulang rumah agar tamu yang datang merasa nyaman dan tidak merasa sesak. Dari beberapa persiapan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa menghitung 7 bulanan adalah sebuah tradisi yang memerlukan persiapan yang teliti. Proses menghitung ini diyakini akan membawa keberuntungan bagi ibu hamil dan bayinya. Oleh karena itu, proses menghitung 7 bulanan patut dijaga keaslian dan tetap dipertahankan sebagai bagian dari budaya Indonesia. Cara Menghitung 7 Bulanan Berdasarkan Weton Cara menghitung 7 bulanan adat jawa adalah salah satu tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Jawa. Tujuannya adalah untuk memperingati usia kehamilan ibu hamil yang telah mencapai 7 bulan. Perayaan ini diadakan dengan tujuan agar bayi dalam kandungan dapat tumbuh sehat, selamat, dan lahir dengan baik. Salah satu cara menghitung 7 bulanan adalah dengan menggunakan metode weton. Weton adalah kalender Jawa yang terdiri dari siklus 5 hari, 7 hari, dan 35 hari. Setiap orang memiliki weton yang berbeda-beda. Weton terdiri dari 2 hari yaitu hari pasaran dan hari legi. Hari pasaran mewakili siklus 5 hari dan hari legi mewakili siklus 7 hari. Cara menghitung 7 bulanan berdasarkan weton adalah sebagai berikut 1. Mencari Hari Kelahiran Bayi Langkah pertama dalam menghitung 7 bulanan adat jawa adalah dengan mencari hari kelahiran bayi. Hal ini sangat penting karena hari kelahiran bayi menjadi acuan dalam menentukan hari 7 bulanan. Cara mencari hari kelahiran bayi adalah dengan melihat kalender atau bertanya kepada orang tua. 2. Menentukan Weton Bayi Setelah mengetahui hari kelahiran bayi, langkah selanjutnya adalah menentukan weton bayi. Weton bayi dapat dilihat dengan menggunakan kalender Jawa atau bertanya kepada orang tua. Setelah mengetahui weton bayi, langkah selanjutnya adalah mencari pasaran yang sesuai. 3. Memilih Hari 7 Bulanan Setelah mengetahui pasaran, selanjutnya adalah memilih hari 7 bulanan yang tepat. Ada beberapa aturan yang harus diperhatikan dalam memilih hari 7 bulanan adat jawa. Pertama, hari 7 bulanan harus jatuh pada hari pasaran yang sama dengan hari kelahiran bayi. Kedua, hari 7 bulanan harus jatuh pada hari yang sama dengan weton bayi. Ketiga, hari 7 bulanan harus jatuh pada hari yang sama dengan legi dari weton bayi. Sebagai contoh, jika bayi lahir pada hari Selasa Legi dan weton bayi menunjukkan hari Kamis Pahing, maka hari 7 bulanan harus jatuh pada hari Selasa Legi dan pada siklus legi yang sama dengan weton bayi. Jika ketiga aturan tersebut terpenuhi, maka hari 7 bulanan dianggap sudah tepat. Hari 7 bulanan biasanya dilakukan dengan mengundang keluarga, teman, dan tetangga. Acara ini biasanya dimulai dengan memanggil dukun bayi atau orang yang dianggap memiliki keahlian dalam hal ini. Dukun bayi akan membacakan doa dan memberikan nasihat kepada ibu hamil. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan makan bersama dan membagikan oleh-oleh. Dalam acara 7 bulanan adat jawa, biasanya disajikan makanan khas Jawa seperti nasi liwet, sayur lodeh, sate, dan lain-lain. Makanan ini biasanya disajikan dalam jumlah yang besar untuk disantap bersama-sama. Selain itu, ada juga tradisi membagikan oleh-oleh kepada tamu sebagai tanda terima kasih dan kemakmuran. Sebagai sebuah tradisi, acara 7 bulanan adat jawa sangat penting untuk dijaga dan dijelaskan kepada generasi muda. Hal ini bertujuan agar tradisi ini tetap terjaga dan dilestarikan. Selain itu, acara 7 bulanan juga menjadi momen yang menyenangkan dan mempererat hubungan antara keluarga dan tetangga. Dalam kesimpulannya, cara menghitung 7 bulanan adat jawa berdasarkan weton adalah dengan mencari hari kelahiran bayi, menentukan weton bayi, dan memilih hari 7 bulanan yang tepat. Acara ini dilakukan dengan tujuan agar bayi dalam kandungan dapat tumbuh sehat, selamat, dan lahir dengan baik. Sebagai sebuah tradisi, acara 7 bulanan adat jawa sangat penting untuk dijaga dan dijelaskan kepada generasi muda. Hal ini bertujuan agar tradisi ini tetap terjaga dan dilestarikan. Makna Simbolis dari Setiap Bulan pada Upacara 7 Bulanan Upacara 7 bulanan merupakan salah satu tradisi adat Jawa yang dipercaya memiliki makna simbolis yang sangat penting bagi kehidupan seorang manusia. Setiap bulannya memiliki arti yang berbeda-beda dan dianggap menjadi saat penting dalam kehidupan ibu hamil. Berikut ini adalah makna simbolis dari setiap bulan dalam upacara 7 bulanan adat Jawa. 1. Bulan ke-1 Ruwah atau roh Bulan pertama disebut dengan bulan roh atau ruwah. Pada bulan this, bayi dalam kandungan dipercayai telah memiliki punca jiwa atau roh, atau yang biasa disebut dengan leluhur. Upacara ini bertujuan untuk memanggil leluhur bayi agar membantu melindungi dan membimbing bayi dalam hidupnya kelak. 2. Bulan ke-2 Lanang atau laki-laki Bulan kedua disebut dengan bulan laki-laki atau lanang. Pada bulan ini, bayi dalam kandungan dipercayai telah memiliki sifat kejantanan atau laki-laki. Upacara ini dilakukan sebagai rasa syukur dan meminta perlindungan bagi bayi dan ibunya selama masa kehamilan. 3. Bulan ke-3 Wadon atau perempuan Bulan ketiga disebut dengan bulan perempuan atau wadon. Pada bulan ini, bayi dalam kandungan dipercayai telah memiliki sifat keperempuanan atau wadon, serta memiliki rasa peduli dan kasih sayang. Upacara ini dilakukan sebagai tanda rasa syukur yang diucapkan dengan doa-doa, memohon keselamatan bagi ibu hamil dan bayinya. 4. Bulan ke-4 Nampan atau tempat makan Bulan keempat disebut dengan bulan nampan atau tempat makan. Pada bulan ini, bayi dalam kandungan telah dapat menerima makanan lewat tali pusat dan mulai terbentuk organ-organ tubuh yang penting, seperti jantung, ginjal, dan hati. Oleh karena itu, upacara ini berfungsi memberikan doa-doa dan permohonan agar bayi dapat tumbuh sehat dan kuat hingga keluar dari kandungan. Upacara ini menjadikan momen penting bagi orang tua dan keluarga besar, karena proses kehamilan membutuhkan kesabaran, ketekunan, doa, dan banyak dukungan. Selain itu, upacara 7 bulanan juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan, keselamatan, dan perlindungan. 5. Bulan ke-5 Sasih atau bulan Bulan kelima disebut dengan bulan sasih atau bulan. Pada bulan ini, bayi dalam kandungan telah memiliki fungsi pendengaran dan dapat merespon suara-suara yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, upacara ini bertujuan untuk memberikan doa-doa supaya bayi mendapatkan kecerdasan dan kesehatan dengan tumbuh sehat dan kuat. 6. Bulan ke-6 Sembahyang atau doa Bulan keenam disebut dengan bulan sembahyang atau doa. Pada bulan ini, bayi dalam kandungan telah dapat menggerakkan tangan dan kaki, serta dapat merasakan sentuhan-sentuhan kasih sayang yang diberikan orang tua. Oleh karena itu, upacara ini dilakukan dengan doa-doa supaya bayi mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan dalam hidupnya. 7. Bulan ke-7 Kukuruyuk atau ayam berkokok Bulan ketujuh disebut dengan bulan ayam berkokok atau kukuruyuk. Pada bulan inilah, bayi dalam kandungan dipercaya telah siap dilahirkan dan masuk ke dunia nyata. Upacara ini bertujuan untuk petunjuk dan keselamatan saat kelahiran, agar bayi dan ibu melalui proses kelahiran dengan lancar dan selamat. Dalam upacara 7 bulanan adat Jawa, setiap bulannya memiliki makna simbolis yang kosong dan penting. Tradisi ini sering kali menggelar secara sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam bagi orang yang menjalaninya. Mengingat proses kehamilan yang sangat rentan, upacara ini menjadi momentum untuk memberikan harapan, dimana bayi dan ibu dalam keadaan sehat dan selamat. Pelaksanaan Upacara 7 Bulanan secara Tradisional di Jawa Adat Jawa dikenal dengan banyaknya upacara yang dilakukan pada setiap tahapan kehidupan seseorang. Salah satunya adalah upacara 7 bulanan atau sering disebut “mitoni” dalam bahasa Jawa. Upacara mitoni ini dilaksanakan ketika bayi sudah berusia tujuh bulan. Menurut kepercayaan Jawa, upacara ini mempunyai makna untuk membersihkan bayi sehingga terbebas dari pengaruh buruk dan menjaga keselamatan bayi. Berikut ini penjelasan mengenai pelaksanaan upacara 7 bulanan secara tradisional di Jawa. 1. Persiapan Upacara Persiapan upacara mitoni dilakukan sejak jauh-jauh hari. Keluarga akan mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti nasi kuning, ayam goreng, jajanan pasar, dan sesajen. Selain itu, keluarga juga akan mempersiapkan properti seperti tampah, tembaga, dan sanggah pengantin. Dipercaya bahwa clamuran pada tampah tersebut dapat membersihkan energi negatif pada bayi. 2. Prosesi Upacara Prosesi upacara 7 bulanan dimulai dengan adanya doa-doa khusus oleh seorang dukun yang diundang dalam acara tersebut. Kemudian, bayi akan dipindahkan dari tempat tidur ke mosasan. Mosasan adalah sebuah tempat yang dianggap suci dan bersih. Di tempat ini, bayi akan diberi nama baru oleh dukun dan sujud bersama keluarga untuk mendoakan bayi agar selalu dalam lindungan Tuhan. Setelah itu, diadakan pantangan selama empat hari bagi bayi. Pantangan ini dilakukan untuk menjaga bayi dari pengaruh negatif selama masa pantang. Bayi tidak boleh melihat suasana meriah dan suasanapenting lainnya. Namun, keluarga tidak akan menutup pintu rumah. Ini karena ada pertanda bahwa setiap tamu yang datang selama masa pantang dapat membawa kebahagiaan ke rumah tersebut. 3. Konsumsi Makanan Khas Upacara 7 bulanan selain ritual, juga diadakan pesta makan-makan. Makanan khas yang disediakan, yaitu nasi kuning, ayam goreng, dan jajanan pasar. Biasanya nasi kuning diadakan dalam semacam tampah yang terbuat dari anyaman bambu yang dipercaya dapat membersihkan energi buruk. Selain itu, ada juga jajanan pasar seperti klepon, onde-onde, dan kue lapis yang dibuat oleh keluarga atau dijual oleh pedagang kaki lima. 4. Pengajian Pada upacara 7 bulanan, biasanya diadakan pengajian oleh seorang kyai atau ustadz. Pengajian ini bertujuan untuk mendoakan keluarga dan bayi agar selalu dilindungi dan diberkahi oleh Tuhan. Keluarga yang mengadakan upacara juga dapat memohon petunjuk dan nasihat-nasihat keagamaan dari kyai atau ustadz. 5. Mengajarkan Nilai Adat Upacara 7 bulanan juga memberi kesempatan untuk mengajarkan nilai-nilai adat Jawa yang berharga untuk keluarga secara umum serta diwariskan kepada generasi berikutnya. Upacara mitoni ini bertujuan untuk memperkenalkan anak kepada ada Jawa, nilai-nilai dalam masyarakat, anggota keluarga serta teman dari keluarga. Mengajarkan nilai adat tidak hanya tentang upacara mitoni tapi juga berbagai hal yang mengisi kehidupan masyarakat Jawa. Hal tersebut dapat memupuk rasa kebersamaan dan semangat gotong-royong dalam keluarga dan masyarakat. Ini dia penjelasan lengkap mengenai pelaksanaan upacara 7 bulanan secara tradisional di Jawa. Dalam upacara mitoni ini, bayi bukan saja diberi nama, tetapi juga dibersihkan dari pengaruh buruk dan dilindungi oleh keluarga serta lingkungan sekitarnya. Upacara ini tidak sekadar kegiatan ritual yang dijalankan tanpa makna dan tujuan, melainkan nilai-nilai adat yang sangat berharga dalam kehidupan masyarakat Jawa sehari-hari. Penutup Nah, itulah tadi cara menghitung 7 bulanan adat Jawa yang bisa kamu praktikkan di rumah. Semoga artikel ini bermanfaat dan mudah dipahami. Jika kamu memiliki pertanyaan atau tambahan informasi, jangan ragu untuk mengomentari di kolom bawah ya! Terakhir, terima kasih sudah membaca artikel ini. Jangan lupa untuk mengunjungi situs kami lagi untuk membaca artikel menarik lainnya seputar budaya Jawa dan Indonesia. Sampai jumpa!

Dalamtradisi Jawa, mitoni tersebut merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat suku Jawa tersebut. Kata mitoni ini sendiri berasal dari kata " am " ( awalan am menunjukkan kata kerja ), + " 7 " atau pitu, yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitugan ke 7.

Mitos Pernikahan menurut Weton Adat Jawa – Menikah adalah impian sekali seumur hidup yang ingin dirasakan hampir semua orang. Namun ternyata, memilih pasangan dan mempersiapkan pernikahan tidak semudah itu. Apalagi jika sudah melibatkan masalah adat dan budaya. Salah satu adat yang cukup kuat dalam mengatur pernikahan adalah weton adat Jawa. Beberapa aturan weton disebut sebagai mitos namun ada juga yang nyata. Mari simak penjelasan mengenai mitos pernikahan menurut weton adat Jawa di bawah Itu Weton?Cara Menghitung Weton Adat JawaMitos Pernikahan Berdasarkan WetonApa Itu Weton?Kata “weton” diambil dari bahasa Jawa “wetu” yang berarti “keluar” atau “lahir”. Istilah ini merujuk pada perhitungan antara hari lahir dan pasaran saat bayi dilahirkan, yaitu kliwon, legi, pahing, pon, dan wage. Tradisi ini identik dengan masyarakat Jawa terutama Jawa Timur dan Jawa Menurut Weton Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaPerhitungan weton digunakan untuk mengetahui gambaran kehidupan seseorang dan menentukan suatu keputusan. Dengan menghitung weton, seseorang dapat menentukan masa tanam, masa panen, nasib, bahkan jodoh yang tepat bagi orang Menghitung Weton Adat JawaPerhitungan weton dilakukan dengan memperhatian tanggal, bulan, dan tahun orang yang akan dilihat nasibnya. Cara menghitungnya adalah dengan menggabungkan nilai hari dan nilai pasaran pada saat seseorang lahir, untuk kemudian didapatkan angka niptu weton. Angka inilah yang digunakan untuk menentukan nasib dan juga jodoh yang tepat bagi orang Menurut Weton Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaMitos Pernikahan Berdasarkan WetonDalam menentukan jodoh, kedua pasangan akan dihitung angka niptu weton masing-masing dan dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebutlah yang akan menentukan kecocokan mereka dalam berumah tangga. Meskipun dianggap mitos, namun hasil perhitungan tersebut tetap banyak digunakan. Berikut mitos pernikahan menurut weton adat KedhawangBale Kedhawang adalah istilah nasib pernikahan bagi pasangan dengan total neptu 25. Secara harfiah, bale kedhawang artinya “kejatuhan teras”. Maksud dari istilah ini adalah, apabila ada pasangan dengan total neptu 25 melangsungkan pernikahan, maka rumah tangga mereka akan selalu diiringi musibah, masalah, dan rasa kepercayaan adat Jawa, bale kedhawang dapat berujung perceraian bahkan kematian. Karena itu, adat Jawa melarang pasangan yang hasil perhitungan weton neptunya Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaPegat, Padu, dan SujananTiga istilah ini adalah karakter-karakter hasil pernikahan yang cenderung kurang harmonis. Istilah pegat dikhususkan pada pasangan dengan total neptu 1, 9, 10, 18, 19, 27, 28, dan 36, dimana pasangan-pasangan tersebut cenderung mengalami berbagai permasalahan rumah tangga dari yang sepele hingga yang itu, istilah padu digunakan untuk pasangan dengan total neptu 6, 15, 24, dan 33. Sesuai dengan istilahnya, pasangan dengan weton padu akan sering bertengkar karena masalah-masalah tertentu. Meski begitu, pertengkaran tersebut tidak akan menimbulkan dengan total neptu 7, 16, dan 34 diistilahkan dengan “sujanan”. Pasangan dengan karakter weton ini akan sering mengalami pertengkaran dan bermasalah dengan Pernikahan Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaTopoTopo adalah istilah bagi pasangan dengan total neptu 4, 13, 22, dan 31. Pasangan topo dimitoskan akan mengalami banyak kesusahan di awal pernikahan karena pasangan tersebut sedang dalam proses memahami satu sama lain. Namun seiring berjalannya waktu, kesusahan tersebut akan berakhir dengan Pernikahan Menurut Weton Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaPesthi, Tinari, Ratu, dan JodohEmpat istilah weton ini adalah istilah untuk pasangan terbaik. Pesthi adalah pasangan dengan total neptu 8, 17, 26, dan 35. Pasangan dengan weton pesthi akan rukun, tentram, dan damai meskipun ada masalah-masalah yang menghampiri rumah tangga dengan total neptu 5, 14, 23, dan 32 disebut dengan weton tinari. Pasangan dengan weton ini akan mendapatkan kehidupan yang mudah dengan kebahagiaan dan keberuntungan di dalamnya. Begitupun dengan pasangan dengan weton ratu, yaitu mereka yang total neptunya 2, 11, 20, dan 29. Weton ratu menunjukkan pasangan yang sangat harmonis dan disegani oleh orang Pernikahan Menurut Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaWeton terbaik untuk pasangan menikah adalah weton jodoh. Sesuai dengan namanya, pasangan dengan weton ini memang sudah jodoh satu sama lain karena cocok dan harmonis, serta dapat menerima kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Pasangan dengan weton jodoh memiliki total neptu 3, 12, 21, dan pembahasan mengenai mitos pernikahan menurut weton adat Jawa. Semoga bermanfaat sebagai pengetahuan Anda.
anything: macam- macam nasi tumpeng from dilanjutkan dengan prosesi brojolan agar si bayi lahir ke dunia . Cara menghitung 3 bulanan bayi adat jawa. Calon bayi yang mulai memiliki kehidupan agar sang calon bayi kelak . Mitoni, tingkeban, atau tujuh bulanan merupakan suatu prosesi adat jawa yang.
Pengertian Mitoni Langkah-langkah Serta Manfaatnya! – Negara Indonesia merupakan negara kaya tradisi dan adat istiadat. Berbagai macam tradisi hadir dari berbagai sudut daerah. Tradisi yang melekat pada setiap daerah merupakan tradisi yang turun menurun dari nenek moyang, salah satunya di daerah pulau Jawa. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang masih kaya akan tradisi dan budaya dari nenek moyang. Lahirnya suatu tradisi biasanya berkaitan erat dengan peristiwa alam atau bencana yang terjadi. Sebagian besar peristiwa tersebut akan dikaitkan dengan serangkaian ritual tertentu. Ritual yang dilaksanakan tidak lepas dari berbagai simbol dan arti. Bentuk kebudayaan sering diwujudkan berupa simbol-simbol, masyarakat Jawa kaya akan sistem simbol tersebut. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa, simbol telah mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, dan religi. Sistem simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Tradisi yang masih bertahan dimasyarakat sampai adalah tradisi mitoni. Tradisi ini dilaksanakan pada ibu hamil pertama saat kandungan berusia 7 bulan. Mitoni merupakan ungkapan rasa syukur serta permohonan agar diberi perlindungan dan keselamatan kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Tradisi ini berkembang di daerah pulau jawa. Tradisi ini terdiri dari beberapa rangkaian yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Namun sebagian besar daerah memiliki kesamaan bentuk acara pada pelaksanaan mitoni, antara lain membuat rujak, siraman calon ibu, memasukkan telur ayam kampong, pantes-pantes, membelah kelapa gading, dan selamatan. Waktu untuk melakuakan mitoni tergantung dari yang mempunyai hajad. Umumnya melaksanakannya dipagi hari, sore dan malam hari. Mitoni iyalah tradisi yang sudah lama sampai sekarang ini, maka muncul suatu mitos yang menyatakan bahwa jika tidak melakukan mitoni, maka dikhawatirka akan terjadi hal-hal buruk pada ibu hamil dan jabang bayi. Kedatangan mitos dikarenakan adanya tradisi mitoni yang sudah kental di masyarakat. Rata-rata masyarakat akan melaksanakan mitoni pada kehamilan pertama. Hal ini dapat memunculkan pertanyaan apakah ada hubungan antara keselamatan ibu hamil dan bayi dalam tradisi mitoni?. Berdasarkan pola pikir tersebut maka makalah ini akan memaparkan tentang kebenaran mitos pada mitoni dan hubungannya dengan keselamatan bagi calon ibu dan bayi dalam kandungan Daftar Isi1 Pengertian Mitoni2 Membuat Siraman Calon Memasukkan Telur Ayam Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 Membelah Kelapa Selamatan3 Langkah –langkah prosesi 7 bulanan4 Manfaat 7 Bulanan Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka tujuh ini dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan Adriana, 2011. Tidak hanya itu masyarakat pun menyebutnya sebagai tingkeban. Yang artinya iyalah tutup, mangkanya tingkeban adalah upacara penutup selama kehamilan hingga bayi dilahirkan. Upacara tingkeban atau mitoni adalah upacara yang diselenggarakan pada bulan ke tujuh masa kehamilan dan hanya dilakukan terhadap anak yang dikandung sebagai anak pertama bagi kedua orang tuanya. Hal ini tidak terlepas dari persepsi dan keyakinan orang Jawa bahwa tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang berarti pituduh petunjuk, pitulung pertolongan. Tujuan melaksanakan mitoni yaitu memohon pertolongan kepada Allah. Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan. Mitoni adalah susunan upacara peredaran hidup yang saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mitoni dilakukan saat usia kandungan berumur tujuh bulan. Upacara tujuh bulan dalam masyarakat Jawa paling sering dilakukan di kalangan masyarakat Jawa dibandingkan upacara kehamilan lainnya. Upacara mitoni pada masa sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa baik dilingkungan keraton maupun di lingkungan masyarakat biasa. Yana, 2010. Prosesi tata cara pelaksanaan mitoni pada setiap daerah berbeda- beda, tergantung pelaksana dan pemangku adat yang ada di daerah tersebut. Ada yang hanya menggunakan tradisi Jawa saja, ada yang hanya mengundang orang agar dibacakan tujuh surat dalam al-Qur’an saja, dan ada juga yang melaksanakan keduanya. Pada upacara mitoni terdapat beberapa rangkaian acara seperti siraman, kenduri, pantes-pantes, pembacaan surat-surat al-Qur’an dan lain sebagainya. Pada pelaksanaan acara ini dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta tokoh agama Nasir, 2016. Menurut Fitroh 2014 Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan, serangkaian upacara yang diselengggarakan pada ritual tingkeban secara garis besar adalah sebagai berikut Membuat Rujak Dalam tradisi Jawa membuat rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir prempuan. Bila tidak asin biasanya lahir laki-laki. Akan tetapi karena teknologi medis sudah ada sedemikian canggih, sampai ditemukan USG empat dimensi. Jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui lebih dini. Siraman Calon Ibu Upacara siraman dilakukan oleh sesepuh atau keluarga dari pemilik hajat sebanyak tujuh orang. Hal ini bertujuan untuk memohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Calon ibu memakai kain 7 batik yang dililitkan kemben pada tubuhnya. Dalam posisi duduk, calon ibu mula-mula disirami oleh suaminya, lalu oleh orang tua dan keluarga lainnya. Maksud upacara ini adalah untuk mencuci semua kotoran dan hal-hal negatif lainnya. Memasukkan Telur Ayam Kampung Setelah siraman, telur ayam kampung di masukkan ke dalam kain si calon ibu oleh sang suami melalui dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilakukan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan lancar dan selamat. Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 kali Upacara pantes-pantes adalah upacara ganti busana yang dilakukan dengan tujuh jenis kain batik yang berbeda. Motif kain batik dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan si bayi kelak memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain. Fungsi dan tujuan busana pada mitoni berkaitan dengan pengharapan, dan keselamatan lahirnya bayi Nurcahyanti, 2010. Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Para ibu yang hadir waktu ditanya apakah si calon ibu pantas memakai baju-baju tersebut memberikanlah jawaban “dereng Pantes” belum pantas. Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa kain lurik dengan motif sederhana, yaitu Lasem, baru ibu-ibu yang hadir menjawab “ pantes” pantas. Hal tersebut mendoakan supaya sang bayi nantinya menjadi orang yang sederhana. Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh 2 di mata, 2 di telinga, 1 hidung, 1 di mulut, dan 1 di alat kelamin, yang harus selalu dijaga kesucian dan kebersihannya. Ada pengertian lain dari angka 7 ini disebut keratabasa. Angka 7, dalam bahasa jawa disebut pitu, keratabasa dari pitu-lungan pertolongan. Motif kain di pakai yang paling bagus dengan harapan supaya nanti sang bayi memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambung kain Sidoluhur Artinya supaya bayi tersebut menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur. Sidomukti Artinya supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya. Truntum Artinya supaya keluhuran budi orang tuanya menurun pada sang bayi. Wahyu tumurun Artinya agar anak yang akan lahir menjadi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan selalu mendapat petunjuk serta perlindungan dari-Nya. Udan riris Artinya supaya anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya. Sido asih Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih. Lasem Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa. Membelah Kelapa Gading Selanjutnya dua butir kelapa gading yang masing-masing telah digambari Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, gambar tokoh wayang melambangkan doa, agar nantinya si bayi jika laki-laki akan setampan Dewa kamajaya dan jika wanita secantik Dewi Ratih. Kedua dewa dan dewi ini merupakan lambang kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua butir kelapa diserahkan pada suaminya calon bapak, yang akan membelah kedua butir kelapa gading menjadi dua bagian dengan bendo. Ini melambangkan, bahwa jenis kelamin apapun, nantinya, terserah pada kekuasaan Allah. Selamatan Selamatan dilaksanakan pada malam hari setelah melalui beberapa ritual yang disebutkan diatas. Terkadang sebagian masyarakat menggabungkan acara selama Bentuk selamatan disini tuan rumah mengundang para warga khususnya para Bapak Kyai atau Ustadz untuk datang kerumah pada jam yang telah ditentukan. Beberapa surat yang sering dipilih dalam pembacaan Al-Qur’an pada acara mitoni antara lain surat Yusuf, Luqman, Maryam, Yasin, Al-Wa’qiah, Ar -Rahman, Al Mulk, Toha dan An-Nur. Surat-surat yang dipilih tidak terlepas dari makna dan harapan-harapan kepada bayi yang akan dilahirkan kelak. Misalnya surat Yusuf, pembacaan surat ini diharapkan bahwa anak yang kelak lahir adalah anak yang tampan dan memiliki sifat-sifat baik seperti Nabi Yusuf, pembacaan Surat Maryam bertujuan agar bayi yang dilahirkan jika perempuan akan menjadi wanita suci dan solihah, begitu juga dengan surat-surat lainnya. Langkah –langkah prosesi 7 bulanan Kedua pasangan duduk di kursi yag telah disiapkan, dibawah kursi telah ada 1 ekor ayam putih dan atas pangkuan sang ibu diberi telur ,setelah itu ditutupi oleh kain putih dan kedua jari tangan pasangan ini diikat oleh tali putih . wanita diikat di jari tangan sebelah kanan dan laki-laki di jari tangan sebelah kiri, ikatan ini bertujuaan agar bayi yang mereka kandung setelah lahir memiliki ikatan yang erat dengan orang tuanya. Ibu dari pasangan ini menggendong kelapa yang bertuliskan tulisan madura, kelapa yang digendong oleh orang tua perempuan di berikan kepada calon ayah sementara kelapa yang digendong oleh orang tua laki-laki diberikan kepada calon ibu, kelapa ini di ibaratkan bayi bagi mereka, sehingga mereka sangat berhati-hati saat memangku kedua kelapa tsb. Kedua pasangan ini di beri asap kemenyan dengan tujuan agar bayi yang mereka kandung lahir dengan selamat. Dukun dari sang bayi mengambil air dari tempat yang sudah disediakan. Sebelum air di siramkan kepada ke dua pasangan air tersebut d bacakan doa terlebih dahulu barulah di siramkan kepada kedua pasangan . Setelah dukun menyiramkan air kepada kedua pasangan, barulah orang tua dan kerabat menyiramkan air kepada kedua pasangan dengan memberi uang seikhlasnya. Hal ini bertujuan untuk mensucikan calon ibu dan calon bayi yang sedang di kandung. Setelah itu kelapa yang mereka pangku diambil oleh kedua orang tua pasangan dan di bawa kedalam rumah. Ikatan tali di jari tangan mereka di buka lalu diambil, setelah itu kain putih yang ada di pangkuan pasangan diambil, dengan begitu telur yang ada di pangkuan calon ibu langsung jatuh dengan sendirinya dan telur itupun pecah, namun jika telur itu tidak pecah maka telur itu harus diinjak sampai telur itu pecah . Manfaat 7 Bulanan Agar bayi yang ada di dalam kandungan lahir dengan selamat. Agar diberi kemudahan saat melahirkan. Agar diberkahi oleh Allah swt. Agar bayi yang mereka lahirkan kelak menjadi anak yang sholeh dan sholeha. Demikian sedikit pembahasan mengenai Pengertian Mitoni Langkah-langkah serta Manfaatnya! semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare . Baca juga artikel lainnya tentang Apa Itu Gerakan 3A? Tujuan, Pendiri, Sejarah dan Latar Belakang Pengertian Debat Tujuan, Etika, Unsur, Jenis, Ciri, Norma Pengertian Hadits Struktur, Klasifikasi dan Hadits Qudsi! Pengertian Ekonomi Prinsip, Macam, Tujuan dan Manfaat! 6 Rukun Iman Pengertian, Penjelasan, Menjaga, Yang Membatalkan
TATACARA PELAKSANAAN 1. Acara mitoni didahului dengan sungkeman calon ibu dan calon ayah kepada eyang putri dan eyang kakung dari pihak calon ibu (CI), dilanjutkan eyang putri dan eyang kakung pihak calon ayah (CA). 2. Sungkeman CI dan CA kepada eyang-eyang dan sesepuh berjumlah tujuh (7) orang. 3. Siraman.

Di Indonesia, kehamilan selain memiliki banyak mitos, juga memiliki banyak tradisi dari adat budaya di wilayah masing-masing. Tradisi ini telah berlangsung sesuai adat dan budaya setempat puluhan bahkan ratusan tahun. Ada berbagai acara 7 bulanan di berbagai tempat yang berbeda di satu yang paling terkenal adalah mitoni, acara 7 bulanan dalam adat Jawa yang hingga kini masih banyak dilakukan oleh ibu dalam tradisi Jawa, adalah serangkaian upacara siklus hidup. Mitoni sendiri berasal dari kata am’ dan pitu’. Am’ menunjukkan kata kerja, sementara pitu’ berarti tujuh atau hitungan yang ke tujuh. Dapat disimpulkan, mitoni adalah upacara yang dilakukan pada hitungan ke 7 bulan kehamilan. Mitoni dilakukan dengan berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kehamilan diberikan kelancaran dan keselamatan hingga dari situs web Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kemdikbud, tradisi tujuh bulanan atau tingkeban atau disebut juga mitoni ini adalah upacara tradisional selamatan terhadap bayi yang masih berada dalam kandungan ibu hamil selama tujuh yang disarankanTentunya, mitoni memiliki hari-hari yang baik untuk dilaksanakan. Bahkan dari berbagai sumber menyatakan, bahwa mitoni tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu. Biasanya, waktu yang dipilih untuk upacara mitoni adalah Selasa Senin siang hingga malam, atau pada hari Sabtu Jumat siang sampai malam. Selain itu, mitoni juga dilakukan pada siang atau malam itu, mitoni biasanya dilakukan secara sederhana di halaman rumah. Tapi pada zaman dahulu, mitoni dilakukan di pasren. Pasren adalah tempat di mana kaum petani memuja Dewi Sri, dewi mitoniUpacara mitoni biasanya dipimpin oleh orang yang dituakan, atau orang yang paling tua di dalam keluarga. Berbagai tahap-tahap mitoni tersebut mitoni/ Foto InstagramSungkemanSungkeman adalah tahap pertama dari serangkaian upacara mitoni. Sungkeman dilakukan oleh calon ibu kepada calon ayah. Setelah itu, calon ibu dan ayah melakukan sungkeman kepada kedua orang dilakukan untuk memohon doa restu agar kehamilan lancar dan bayi yang dikandung ini mungkin familiar untuk Bunda. Siraman adalah tahap di mana calon bunda dimandikan. Siraman merupakan simbol pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Air siraman sendiri berasal dari 7 telurNah setelah melakukan siraman, calon ayah melakukan tahapan selanjutnya, yaitu pecah telur. Telur yang digunakan adalah sebutir telur ayam kampung yang ditempelkan terlebih dahulu ke dahi dan perut calon ibu, lalu dipecahkan ke ini bermaksud agar persalinan nantinya janur/laweDalam prosesi ini, janur atau lawe diikatkan ke perut calon ibu lalu calon ayah akan memutus janur atau lawe tersebut. Sama seperti pecah telur, memutus janur atau lawe bertujuan agar persalinan berjalan dari dua prosesi sebelumnya, brojolan adalah prosesi yang melibatkan kelapa gading muda yang diukir gambar Kamajaya dan Dewi Ratih. Prosesi brojolan dimaksudkan agar bayi dapat lahir tanpa kelapaProsesi ini adalah lanjutan dari prosesi sebelumnya. Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dengan mata tertutup. Kelapa yang diambil lalu ditempatkan di area siraman, dan dipecahkan. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan jenis kelamin calon busanaSetelah siraman dilakukan, calon ibu akan mengeringkan badan dan mengganti busana yang sebelumnya digunakan. Upacara ganti busana ini akan menggunakan 7 jenis kain yang melambangkan 7 bulan dan harapan bagi si kain melambangkanSidomukti KebahagiaanSidoluhur KemuliaanSemen Rama Agar cinta kedua orang tua bertahan selamanyaUdan Iris Agar kehadirannya menyenangkan untuk orang di sekitarnyaCakar Ayam KemandirianKain lurik bermotif lasem KesederhanaanPada saat pemakaian kain yang ke-6, para tamu undangan akan ditanggapi “kurang cocok…” dan yang ke-7 dengan cocok.”Jualan cendol dan/atau rujakSelanjutnya adalah prosesi dimana calon ayah dan calon bunda memeragakan berjualan cendol dan rujak. Di mana calon ayah memayungi calon bunda saat berjualan. Uniknya, uang yang dipakai adalah uang koin dari tanah liat atau tumpengSerangkaian proses mitoni berakhir dengan potong tumpeng. Tumpeng berisi dari nasi dengan enam tumpeng kecil di berbagai rangkaian prosesi mitoni, acara 7 bulanan adat Jawa. Semoga bermanfaat.[GambasVideo Haibunda] som/som

Salahsatu yang paling terkenal adalah mitoni, acara 7 bulanan dalam adat Jawa yang hingga kini masih banyak dilakukan oleh ibu hamil. Mitoni, dalam tradisi Jawa, adalah serangkaian upacara siklus hidup. Mitoni sendiri berasal dari kata 'am' dan 'pitu'. 'Am' menunjukkan kata kerja, sementara 'pitu' berarti tujuh atau hitungan
BNews–ADAT– Usia kehamilan dalam masyarakat jawa sangat diperhatikan. Berbagai adat jawa atau tradisi unik dilakukan, khususnya pada usia kehamilan tujuh pulan atau serung disebut Mitoni. Meskipun begitu, adat yang satu ini sudah sering ditinggalkan terutama oleh anak-anak muda Jawa jaman sekarang. Oleh karena itu, ingin mengingatkan kalian semua akan cantiknya upacara adat yang satu ini. tujuh bulanan dimaknai sebagai permintaan akan keselamatan dan pertolongan pada Yang Maha Kuasa Mitoni, tingkeban, atau Tujuh bulanan merupakan suatu prosesi adat Jawa yang ditujukan pada wanita yang telah memasuki masa tujuh bulan kehamilan. Mitoni sendiri berasal dari kata “pitu” yang artinya adalah angka tujuh. Meskipun begitu, pitu juga dapat diartikan sebagai pitulungan yang artinya adalah pertolongan, dimana acara ini merupakan sebuah doa agar pertolongan datang pada si bunda yang sedang mengandung. Selain mohon doa akan kelancaran dalam bersalin, acara mitoni ini juga disertai doa agar kelak si anak menjadi pribadi yang baik dan berbakti. dimulai dengan prosesi siraman yang dilakukan oleh 7 kerabat terdekat dengan tujuan meminta keselamatan bagi si jabang bayi Acara siraman dilakukan sebagai prosesi penyucian si ibu dan anak. Seperti nama prosesi, air yang digunakan diambil dari tujuh sumber. Yang melakukan siraman pun adalah tujuh bapak dan ibu teladan dari kedua belah pihak, dengan nenek dan kakek si jabang bayi yang diutamakan. Siraman biasanya dilakukan di sebuah setting bernama krobongan atau bisa juga di kamar mandi. dilanjutkan dengan prosesi brojolan agar si bayi lahir ke dunia dengan selamat Acara siraman dilanjutkan dengan acara brojolan yang biasanya dipimpin oleh nenek si jabang bayi. Selesai siraman, si calon ibu hanya memakai kain jarik yang disertai dengan sepotong tali bernama letrek. Si calon nenek kemudian akan memasukkan tropong atau telur ayam dari atas jarik hingga hingga jatuh dari bagian bawah. Setelah itu, brojolan dilanjutkan dengan dua buah kelapa gading yang juga dibrojolkan dari jarik. Si nenek wajib menerima atau menangkap kelapa gading dari bawah jarik kemudian menyerahkan pada si bapak. Akhirnya, si calon bapak memotong tali letrek dengan keris sebagai pertanda suami yang dapat memotong alang rintang. acara yang menandakan kasih sayang ibu dan bapak kepada si calon bayi Setelah selesai melakukan prosesi brojolan, acara tujuh bulanan dilanjutkan dengan acara angreman. Acara dimulai dengan si ibu yang dituntun ke ruang lain untuk berganti baju dengan tujuh macam kain jarik. Hanya kain ketujuh lah yang akan dipakai sedangkan enam jarik yang sebelumnya dipakai akan dipakai sebagai alas duduk atau alat “angrem.” Prosesi juga biasanya disertai dengan si ibu yang disuapi oleh si ayah dengan nasi tumpeng dan bubur merah putih. Hal tersebut menandakan si ibu yang akan selalu menjaga si anak dan juga ayah yang akan selalu menghidupi keluarganya. mecah kelapa, pengharapan akan jenis kelamin si calon bayi nanti Setelah prosesi angreman, acara akan dilanjutkan dengan prosesi memecah kelapa gading yang telah diberikan oleh si nenek ke ayah. Kelapa gading tersebut biasanya telah digambari dengan tokoh wayang Kamajaya dan Kamaratih yang terkenal dengan ketampanan dan kecantikannya. Si ayah kemudian memilih salah satu kelapa untuk dipecah. Jika ayah memilih Kamajaya, diharapkan si jabang bayi adalah laki-laki, dan Kamaratih adalah perempuan. ditutup dengan prosesi dodol rujak atau jualan rujak demi masa depan anak yang mumpuni secara finansial Di akhir acara, si ibu akan membuat rujak yang kemudian akan dijual kepada para tamu. Para tamu pun akan membelinya dengan kereweng atau uang-uangan dari bahan tanah liat. Prosesi ini pun merupakan sebuah harapan agar si anak dapat mendapat banyak rejeki untuk dirinya dan juga bagi kedua orang tua mereka. Dengan selesainya acara mitoni atau tujuh bulanan sebelum matahari terbenam, diharapkan si anak hadir di dunia dengan penuh keselamatan, rejeki, dan pertolongan dari Yang Maha Esa. Nah, kamu yang anak Jawa boleh mempertimbangkan untuk melestarikan budaya adat yang satu ini ya, agar generasi kita mendatang menjadi generasi yang menghargai budaya. */bsn
\n cara menghitung mitoni adat jawa
6MLBQ.
  • jca755umse.pages.dev/265
  • jca755umse.pages.dev/135
  • jca755umse.pages.dev/220
  • jca755umse.pages.dev/484
  • jca755umse.pages.dev/352
  • jca755umse.pages.dev/131
  • jca755umse.pages.dev/495
  • jca755umse.pages.dev/298
  • cara menghitung mitoni adat jawa